Minggu, 17 Januari 2016

Mengintip Perseteruan Oreintalisme vs Oksidentalisme

Judul Buku : Antara Barat dan Timur: Batasan, Dominasi, Relasi, dan Globalisasi
Penulis : Al Makin, Ph.
Penerbit : Serambi
Cetakan : Maret 2015
Tebal : 258 halaman
ISBN : 978-602-290-031-3

Gerakan orientalisme, yaitu pembacaan dunia barat terhadap timur sudah lama menjadi bagian dari konstelasi politik internasional. Kondisi itu yang kerap menjadikan iklim politik  dunia selalu bersitegang antar dua kutub tersebut. Hal itu pula yang kemudiaN memicu lahirnya gerakan oksidentalisme atau pembacaan dunia timur terhadap barat. Dua gerakan ini menjadi wacana tanding yang terus mengalami diskurus hingga kini.

Oksidentalisme sendiri, yang lahir jauh setelah orientalisme berkembang nampaknya juga tak mau kalah dengan gerakan barat tersebut. Berbagai upaya dilakukan untuk menandingi gerakan orientalisme tersebut. Situasi inilah yang kemudian mengindikasikan betapa bersitegangnya dunia barat dan timur terus mengalami peruncingan.  Seakan keduanya berebut wilayah gerakan antara barat dan wilayah timur.

Buku berjudul Antara Barat dan Timur: Batasan, Dominasi, Relasi, dan Globalisasi ini dengan jelas mengulas tentang problem dunia barat dan timur dalam konteks gerakan orientalisme dan oksidentalisme, buku setebal 258 halaman ini menguak tentang relasi dunia barat dan timur mulai jaman koloneal hingga era moderen saat ini.

Buku ini diawali dengan uraian tentang awal mula dan alasan gerakan barat membaca timur. Itu terjadi awal mulanya pada era penjajahan belanda. Setidaknya Hal itu yang telah terjadi di Indonesia. Buku ini memang fokus mengambil sampel di indonesia, barangkali dikarenakan penulis buku ini yaitu Al-Makin sedang berdomesili di tanah air, sehingga lebih memudahkan dalam melacak data dan informasi tentang dua gerakan tersebut.

Hal ikhwal gerakan pembacaan barat terhadap timur, -khususnya di indonesia- dimulai sejak masa penjajahan. Ada banyak kemungkinan alasan mengapa hal itu dilakukan, salah satunya adalah kemunngkinan pertimbangan kekuasaan penjajah kala itu. Gerakan pembacaan barat terhadap timur dimungkinkan mempermudah akses perebutan kekuasaan oleh para penjajah yang notabeni memilki ambisi untuk menguasai tanah jajahan mereka dikala itu.

Orientalisme mulai muncul setelah Barat bertemu Timur melalui penjajahan. Terlepas dari kepentingan kekuasaan, dalam mengkaji Timur para ilmuwan Barat memperlihatkan semangat dan dedikasi yang luar biasa. Kesungguhan ini tidak hanya tampak dalam keseriusan mereka mempelajari teks tapi juga dalam terjun ke lapangan dan meneliti kehidupan masyarakat Indonesia sehingga menghasilkan karya yang sering dikutip. Beberapa ilmuwan Barat yang bisa disebut antara lain Richard Bell, Clifford Geertz, dan William Liddle (Hal.  28-30). 

Dari fakta itu, banyak masyarakat timur yang mulai gerah dengan gerakan barat tersebut, bahkan tak sedikit yang mengklim bahwa orientalisme adalah gerakan yang sangat merugikan dunia timur. Namun demikian, penulis buku ini menganggap tudingan itu merupakan suatu kesalahan. Baginya, orientalisme, tidak bermaksud untuk menghancurkan timur. Terbukti, tidak ada bukti yang mejustifikasi segala persepsi tersbut.

Namun demikian, terlepas dari salah dan benarnya persepsi masyarakat timur terhadap gerakan orientalisme tersebut, Dunia timur, akhirnya juga mencetuskan gerakan oksindetalisme. Gerakan itu dimunculkan seakan dunia timur tak mau kecolongan dengan gerakan kaum barat. Pemaparan gerakan oksidentalisme sendiri ditelisik melalui sudut pandang beberapa tokoh, seperti Hassan Hanafi, Mukti Ali, dan Burhanuddin Daya. Hassan Hanafi merintis sudut pandang dekonstruktif atas mitos Barat yang dipandang merepresentasikan seluruh umat manusia (Hal. 195). 

Kehadiran buku ini mampu memberikan wawasan kepada kita semua  tetang dinamika barat dan timur yang sama-sama memiliki kekuatan gerakan melalui anutan orientalisme dan oksidentalisme tersebut,  namun demkian, ada kecenderungan penulis yang lebih “memihak” terhadap barat, hal itu bisa dilihat dari berbagai fakta sejarah yang lebih “mengagungkan” dunia barat. Tak hanya itu, penilaiannya terhadap Hassan Hanafi yang dianggap terlalu ambisius untuk melihat eropa, menunjukkan bahwa Al Makin masih kurang obejktif dan kurang cermat dalam menyampaikan argumen.

Namun demikian, kehadiran buku terbitan Serambi ini tetap menarik untuk kita cerna lebih dalam, setidaknya, kita bisa menggali khazanah keilmuwan kita seputar perkembangan barat dan timur, dan lebih mujur lagi jika buku ini bisa menginspirasi semua pihak, sehingga ketegangan dunia barat dan timur bisa tercairkan. Setidaknya, dalam konteks sosial budaya. Selamat membaca.



Tulisan ini dimuat di Harian Duta Masyarakat

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons