Selasa, 11 Desember 2018

Mewaspadai Lahirnya Budaya Konsumtif


Judul Buku : Prosa Dari Praha
Penulis : Nana Supriatna
Penerbit     : Rosda Karya
Cetakan         : 1. 2018
Tebal : 382 Halaman
ISBN : 978-979-692-222-2
Peresensi         : Ahmad wiyono

Globalisasi betul-betul membawa ekses luar biasa terhadap eksistensi kehidupan manusia, terutama dalam membentuk minsed yang berimplikasi pada perilaku nyata manusia global tersebut. Salah satunya adalah budaya konsumtif yang sudah mulai sulit dihindari. Diakui atau tidak ini adalah bagian tak terpisahkan dari dampak globalisasi.

Prosa Dari Praha ini memotret dinamika kehidupan manusia saat arus globalisasi mulai menjamah sendi kehidupan mereka, buku ini menghadirkan fakta unik yan imajinatif seputar perbadingan kehidupan masa lalu, dan masa kini.  Semuanya diulas bernada prosa yang memvisualisasikan perjalanan manusia dalam melintasi sejarah kehidupan.

Lintasan sejarah yang digambarkan pemulis dalam buku terbitan Rosda Karya ini bermuara pada satu persoalan krusial tentang kehidupan manusia, yaitu lahirnya masyarakat konsumen dalam impitan kapitalisme global, inilah fakta sejarah masa kini di mana manusia tak bisa lepas dari cengkaraman kapitalisme sementara di satu sisi budaya konsumtif mereka kian meraja lela.

Ironisnya, jebakan kapitalisme global yang berdampak pada budaya konsumtif tersebut tak hanya menjarah masyarakat kota, namun juga merambah hingga pelosok desa, penulis menggambarkan suasana desa yang nyaris tak lagi menujukkan susasa yang ‘ndesa’ seperti yang dirasakan puluhan tahun sebelumya, semua sudah berubah menjadi kampung global yang bernafas mesin. Disaat yang bersamaan masyarakat tak lagi menunjukkan pola konsumsi yang ramah terhadap lingkungan desa itu sendiri.

Warga desaku sudah menjadi bagian dari warga global yang sama dengan warga dunia lainnya. Sama halnya dengan warga kotaku, seringkali mereka tidak sadar bahwa mereka sedang berada di bawah kuasa kekuatan yang tidak Nampak di sana. Siaran senitron di jam tayang selepas senja begitu menggoda mereka. Di acara tayangan menarik itu beragam iklan muncul megenai barang-barang konsumsi. (Hal. 141).

Dampak lain dari globalisasi yang cukup menggurita di negeri ini adalah maraknya eksploitasi terjahadp kaum perempuan, beragam cara dilakukan demi memenuhi hasrat kapital dalam menceramuk sistem kearifan lokal bangsa, kita bisa lihat bagaimana “sosok” perempuan harus mengalamai dekomodifikasi menjadi objek dengan menampilkan hamper seluruh tubuh di hadapan publik demi seuah kepentingan bisnis. Dalam waktu yang bersamaan tak jarang para “korban” merasa nyaman dengan posisi tersebut karena alas an kebutuhan materiil. Padahal, alasan kebutuhan itu tak semata kebutuhan dasar, melainkan imbas dari budaya konsumtif yang mulai menggurita d dalam kehidupan mereka. 

Penampilan dan kecantikan telah menjadi pusat identitas banyak perempuan. Gagasan perfect body sangat erat kaitannya dengan cita-cita sosioekonomi melalui budaya konsumen. Apa yang dialami banyak wanita diseluruh dunia dalam berimajinasi mengenai perfect body lebih dari apapun, adalah ketidakpuasan atas tubuh mereka yang terinternalisasi dalam jiwa mereka. Mereka mengevaluasi diri mereka sendiri melalui orang lain, karena, kata Sartre, “orang lain adalah nerakamu”. (Hal. 181-182).

Budaya konsumtif masyarakat modern memaksa mereka untuk melakukan berbagai macam cara agar keinginannya tercapai, meski lasannya hanya persoalan ternd dan gengsi. Tak jarang mereka harus melupakan keperluan dasar dalam kehidupan ini demi memenuhi kebutuhan gaya hidup yang dibungkus dalam budaya konsumtif itu. Yang paling menegrikan, demi memenuhi syahwat gengsi dan ternd tersebut, mereka harus mengeluarkan banyak uang untuk berbelanja di tempat yang jauh, dengan nilai yang cukup mahal. Budaya ini sudah biasa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.

Semakin mahal, semakin langka dan semakin jauh barang didapat mak semakin terangkat status sosial yang mendapatkan dan memilikinya. (Hal. 222). Tidak jarang barang yang kiita beli karena pengaruh orang lain. Apa yang orang lain konsumsi, kita pun ingin mengkonsumsinya. Apa yang orang lain beli, kita pun ingin membelinya. (Hal. 224). Inilah ironi budaya konsumtif manusia modern, berbelanja bukan karena kebutuhan melainkan keran gengsi yang berlebihan.

Inilah ancaman nyata yang mulai melanda masyarakat kita saat ini, teknologi betul-betul “menghasut” pola pikir masyarakat untuk menjadi kaum konsumtif. Maka, buku ini mengajarkan kita semua untuk lebih waspada terhadap segala bentuk produk teknologi informasi yang bisa membawa kita sebagai masyarakat konsumen, pastikan bahwa apa yang kita lihat aman untuk eksistensi kehidupan kita sendiri. Selamatkan diri kita dari budaya konsumtif. Selamat membaca.


Tulisan ini dimuat di Harian Jawa Pos Radar Mojokerto, edisi 25 November 2018.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons