Kamis, 07 Juni 2012

Antara Bahasa Hati dan Angan-angan Cinta


Antara Bahasa Hati dan Angan-angan Cinta
(Catatan Cinta Terlarang Batman dan Robin)

SETIAP MANUSIA di dunia ini hampir pasti menginginkan hisup seperti layaknya orang lain yang berkehidupan secara normal, menjalani kehidupan secara kodrati dan mampu berperan secara hakiki. Itulah sebabnya manusia tercipta dengan berpasang-pasnagan antara laki-laki dan perempuan, agar bisa saling berinteraksi dan saling menutupi satu sam lain.

Namun kadang takdir berbicara lain, catatan sejarah manusia yamg dilakoninya pada masa lampau kadang menjadi cikal bakal lahirnya catatan baru dihari esok, sehingga apa yang sempat diharapakn oleh dirinya dan orang lain tidak bernanding lurus dengan realitas dikemudian hari.

Setidaknya itulah yang tergambar pada perjalanan Amir, seorang pemuda dalam puisi Cnta terlarang Batman dan Robin, seorag pemuda yang terpaksa harus bertarung melawan kejujuran hati dan cintanya.

Proses perkenalannya -yang berujung pada keakraban yang kebablasan- dengan seorang Bambang membuatnya lupa bahwa di luar sana ada mahluk Tuhan yang sebenarnya lebih tepat untuk dijadikan pendamping masa depan. Entahlah, barangkali hanya karena dia tidak berkesempatan untuk melihat mahluk di luar sana sehingga menyinpulkan bahwa Bambang adalah teman hidupnya hingga akhir kahyatnya.

Tek terhitung berapa lama Amir menjalani hari-harinya dengan bambang, seakan ia sudah menemukan segalanya dari kehidupan yang dijalaninya itu.

Namun demikian, keputusan untuk terus bersama-sama dengan bambang ternyata harus berbadai, Dogma agama yang dia pelajari di Pesantren menjadi salah satu alasan awal mulai retaknya “cinta terlarang” diantara mereka. Alhasil mereka pun akhirnya berpisah. /Kalau begitu kita harus berpisah, sayang/bagaikan sembilu rasanya janji/untuk tidak bertemu lagi/Amir, kata Bambang, Aku Pamit/jadilah suami yang baik/.

Sejak saat itu Amir mulai berusahasa untuk “menyulap” dirinya menjadi sosok manusia yang kodrati, dia pun berjuang untuk menaklukkan angan-angan cintanya melalui kejujuran hantinya, hati yang sebenarnya masih mengakui keberadaannya sebagai laki-laki. Maka: /suatu sore disebuah taman/didekatinya sarinah, dirangkulnya, dipeluknya, diciumnya, -siapa tahu asmara bisa menyala/semuanya sia-sia/.

Barangkali lantaran terlalu lamanya dia bermain cinta dengan Bambang, sehingga mengakibatkan Asmara yang seharusnya dia nyalakan bersama sang lawan jenis menjadi tidak berarti apa-apa, malah tak ada sesuatu yang dia rasakan ketika dia mencium sarinah.

Hal itulah yang mebuat hari-hari Amir menjadi tak bercahaya, hampir tiap hari kehidupannya selalu diwarnai kemurungan, pergolakan cinta telarangnya masih terus membara, sementara kejujuran hatinya juga terus tak mau kalah. Itulah gemuruh badai kejujuran hati  melawan angan-angan cintanya yang tak pernah sepi dalam hari-harinya.

Adalah sang Ibu yang secara naluri sudah mencium aroma itu mencoba untuk mendekati sang buah hatinya, dengan sangat halus dia mencoba unuk membujuk Amir agar bercerita apa adanya. Meski sebenarnya sang ibu itu sudah menaruh kecurigaan terhadap anaknya itu.

Sang Ibu yang lembut itu mencoba merayu anaknya agar segera menikah dengan gadis yang sebanrnya merupakan murid kesayangannya, namanya Rini. Amir tak mampu bergeming, karena dia tak mau Ibunya tercinta harus tahu siapa dia sebenarnya, maka ketika pesan iu telah menjelma menjadi wasiat karena sang Ibu telah Memejamkan mata untuk selamanya, Amir pun terpaksa melakukannya.

Tapi sayang, bukan semata-mata pernikahan itulah yang diharapkan oleh sang Ibu yang telah Almarhun itu, jauh dibalik usahanya menyuruh anaknya untuk nikah ialah agar Amir bisa juur tetang kondisi dirinya. kejujuran itulah yang sebenarnya dinanti oleh seorang Ibu Amir, sosok ibu yang sejati, yah Ibulah itu Bidadari yang berselendang Biang Lala (D. Zawawi Imron: IBu)

Sang ibu Amir  itu akhirnya tersenyum di alam sana ketika Amir berani membuka topengya, dan mengatakan pada dunia siapa dia yang sebenarnya. Dan senyum ibunya semakin mekar untuk yang kedua kalinya ketika Amir sudah insaf dan berikrar untuk bangkit didepan puasar Ibunya. /Ibu di alam sana kembali tersenyum/anaknya memang tengah luka/tapi itu hanya awal menjadi perkasa/karena Amir sudah berani terbuka pada Dunia/. (*)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons