Minggu, 17 Januari 2016

Energi Do’a Dan Gerak Sufisme Puitik Cak Nun

Judul : 99 Untuk Tuhanku
Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : Juni 2015
Tebal : 109 Halaman
ISBN : 978-602-291-065-7
Peresensi : Ahmad Wiyono

H.B. Jassin seorang tokoh bahasa pernah bilang bahwa Puisi adalah pengucapan dengan perasaan yang di dalamnya mengandung fikiran-fikiran dan tanggapan-tanggapan. Dari pengertian tersebut, kita menjadi paham, mengapa puisi kerap kali mengandung kekuatan maha dahsyat, baik terhadap penulisnya, termasuk kepada orang yang membacanya. Itu lantaran, pusi lahir dari perasaan penulisnya, seperti kata H.B jassin tersebut.

Seorang anak muda, terkadang tiba-tiba menjadi produkstif menulis puisi lantaran dia tengah dilanda asmara dengan lawan jenisnya, dia pun menyampaikan bahasa hatinya tersebut dengan bahasa-bahasa puitisnya. Mereka meyakini, bahwa penyampaian perasaan mereka dengan puisi jauh lebih bermakna ketimbang hanya menyampaiakn dengan bahasa datar. Disitulah kekuatan puisi berbicara, dan hasilnya, tak sedikit gadis yang “keleppek-kleppek” setelah mendapat kiriman sajak dari teman lawan jenisnya tersebut.

Bagi seorang Emha Ainun Nadjib, puisi juga memilki kekuatan yang super, tak ayal di apun memanfaatkan puisi-pusinya untuk dijadikan media dalam menyapa Tuhannya. Bagi Cak Nun puisi memiliki energi untuk menyampaikan segala harapan dan bahasa hatinya terhadap Tuhan. 

Buku 99 Untuk Tuhanku ini menjadi bukti betapa  Cak Nun hendak berinteraksi dengan Tuhannya melalui sajak-sajaknya, segala harap, hingga uneg-uneg ia tuangkan dalam 100 pusisinya tersebut. Inilah hakekat pusiai do’a yang telah dilontarkan cak Nun dalam buku setebal 109 halaman ini. Ibaratnya, ada seribu lantunan doa berkumandang dari seratus pusi yang ia kumpulkan dalam antologi ini.

Tuhanku / kuawali setiap lagkahku / dengan nama-Mu / ampunilah kami / yang selalu merasa punya nama / yang tak kunjung tahu / bahwa segala sesuatu / akan hanya tinggal satu / Tuhanku / adapun diantara beribu mimpiku / Cuma satu yang sejati / ialah di napas-Mu / aku menyertai / Tuhanku / jika haq bagi-Mu / perkenankanlah aku / tinggal di dalam diri-Mu / agar sesudah lahirku / yang ini / dan yang nanti / takkan mati / (Hal. 2).

Puisi pembuka di atas terlantun indah sekaligus memiliki makna yang sangat dalam, puisi yang berjudul 1 tersebut mengisyaratkan betapa keterbatasan manusia sebagai hamba sungguhlah nyata, namun tak jarang manusia kurang menyadari hal tersebut. Cak Nun menggambarkan itu semua secara mendalam. Sehingga dalam doanya puisinya tersebut Cak Nun meminta kepada Tuhan agar bisa tinggal dalam keagungan Tuhan.

Selain bentuk penghambaan terhadap tuhan yang dituangkan dalam puisi-puisinya, Cak Nun juga mengurai tentang keberadaan manusia yang pada hakekatnya merupakan milik sang Khaliq, termasuk dunia dan isinya, itulah sebabnya, cak Nun meminta kepada Tuhan agar dunia dan segala isinya tersebut hanya cukup dijadikan sarana untuk memperdalam kecintaannya terhadap Tuhannya.

Orientasi sufistik dalam sajak Cak Nun sungguh terlihat nyata, baginya, Tujuan yang sebenar-benarnya tujuan adalah Tuhan yang maha kuasa, dunia hanyalah jembatan untuk menggapai Ridla-Nya. Sehingga, senagaian pusi-pusinya berisi tentang usaha untuk menggapai Tuhan yang hakiki tersebut. Yang tidak ada lain adalah kehidupan di alam keabadian kelak.

Tuhanku / jangan katakan dunia ini / ialah tempat kediamanku / Tuhanku / duniaku yang sebenarnya / mengahampar di dalam sebuah gua tanpa dinding / pintu mulutnya tersumpal batu / batu dagingku / batu bapak ibu anak isteriku / batu tetangga batu bumi kelabu / tujuh sanudera / di dalamnya menderu / aku menyelam / tak sampai-sampai / aku cemas segera tiba senja hari / tanpa kutemukan / diriku / yang menanti / (Hal. 33).

Buku karya Cak Nun ini tak ubahnya rangkaiaan semesta do’a yang berwajah puisi, energi sufisme juga terpantul dalam setiap rangkaian kata yang diucapkan penulisnya. Inilah puisi, selalu tampil dalam setiap keadaan, jika anak muda melahirkan pusi unuk kepentingan suara hatinya bagi sang primadona hatinya, Cak Nun menampilkan dalam wajah yang lain, puisi sebagai do’a untuk Tuhan yang maha Kuasa.

Pada dasarnya, karya Cak Nun ini sudah lahir sekitar 30 tahunan silam, beberapa penikmat lintas generasi telah berhasil menjadi bagian dari karya-karya emas ini. Masyarakat pecinta sastra tentu sudah sangat akrab dengan seratus puisi yang terbukukan dalam antologi ini. Bahkan tak sedikit yang telah menjadikan karya-karya cak Nuan ini sebagai bahan diskusi sastra hingga bahan kajian akademis para praktisi. Kehadiran kembali karya ini untuk menjawab kerinduan penikmat sastra sufistik, uatamanya generasi muda hari 


Tulisan ini dimuat di Harian Duta Masyarakat

1 komentar:

tantiatia mengatakan...

INGIN CEPAT JADI JUTAWAN YUK MARI GABUNG SEKARANG JUGA

KharismaPokerMenjadiSitusBandarQOnlineTerprcayaIndonesia
Promo yang diberikan :
Minimal DP dan WD Rp. 20.000.
Support bank lokal : BCA, BNI, BRI, MANDIRI, dan DANAMON.
Bisa dimainkan di iPhone, Android, PC / Laptop.
Online 24 jam setiap hari meskipun hari libur nasional.
Link Alternatif Kharismapoker :
www.khpk288.net
www.kharismapkr.com
www.kharismaqiu.com
CS nya yang ramah , siap melayanani anda 24 jam
Bonus REFERRAL 20% setiap minggunya (seumur hidup)
Bonus CASHBACK 0.3- 0,5% setiap hari
Contact resmi kharismaPoker :

Telp :+85588278896
BBM;dc7cdd80
WA: +85588278896

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons