Kamis, 14 Januari 2016

Balada Asmara Sang Patih

Judul : Kisah Cinta Gajah Mada
Penulis : Gesta Bayuadhy
Penerbit : Dipta
Cetakan : Juni, 2015
Tebal : 216 Halaman
ISBN : 978-602-255-722-7
Peresensi : AHMAD WIYONO*

Jika semua tokoh bangsa meyakini bahwa dibalik keberhasilan seorang laki-laki, ada perembuan hebat di belakngnya, nampkanya hukum itu tak berlaku untuk seorang Gajah Mada, patih majapahit itu ternyata taksudi didampingi seorang permaisuri selama menjadi mangkubumi.

Siapa yang tak kenal Gajah Mada, rasa rasanya hampir seluruh rakyat Indonesia sudah kenal dengan tokoh yang satu ini. Selain populer melalui buku buku sejarah, ketokohannya juga sering di perankan dalam kisah kisah drama atau pun teater yang kian mendekatkan sosoknya pada masyarakat di saentero nusantara.

Fakta ketokohan Gajah Mada dibuktikan dalam posisinya sebagai Patih di Kerajaan majapahit, sepak terjangnya dalam memanage perjalanan Kerajaan tersebut memang tak terbantahkan. Sehingga tak heran jika dirinya sering disebut sebagai tokoh yang berhasil menyatukan Nusantara. 

Beberapa situs sejarah di Nusantara menunjukkan bahwa keterlibatan Gajah Mada dalam upaya Menyatukan Nusantara sangatlah luar biasa, salah satunya misalnya lahirnya Prassati Singosari di Malang jawa timur,  selain itu,, pahatan sejarah Gajah Mada juga lahir dalam prasasti Himad-Walandit, sebuah prasasti yang menggambarkan penyelesaian damai atas konflik yang terjadi antara penduduk desa Himad dan Walandit. Dua desa yang berada di lereng pegunungan Bromo-Tengger di Daerah Wonorejo. Fakta sejarah ini kian menguatkan keberadaan sekaligus sepak terjang Gajah Mada di zamannya.

Sebagai tokoh dan bagian dari bangsa Indonesia masa lalu, Gajah Mada telah berhasil meneteskan semangat dan spirit nasionalisme kepada segenap bangsa indonesia, setidaknya hal itu dibuktikan dari semangat persatuan yang digelorakan oleh Gajah Mada untuk Mengingat Nusantara. Kita pun tak bisa menampik, bahwa NKRI yang saat ini kita tapaki kemungkinan besar juga bagian dari doa dan upaya sang Patih Gajah mada tersebut.

Dari sekian kisah ketokohan Gajah Mada, ada satu yang sangat menarik untuk kita angkat ke permukaan, yaitu kisah Asmnara sang Patih. Perjalanan cinta Gajah Mada dikabarkan tak sedahsyat perjuangannya dalam membela Nusantara, bahkan sebagian kalangan menyebut Gajah Mada telah gagal menjalin hubungan cinta. Sungguh disayangkan, ketika kabar itu benar adanya. Bukankah dibalik keberhasilan seorang laki laki ada peran perempuan di belakngnya. Lantas bagaimana dengan Gajah mada?

Adalah Buku Kisah Cinta Gajah Mada, karya Gesta Bayuadhy ini mencoba meluruskan sejarah cinta gajah Mada, buku setebal 216 halaman ini mengungkap bahwa tidak ditemukan fakta dan data yang akurat tentang perjalanan cinta sang Gajah Mada tersebut. Sehingga bisa dipastikan bahwa Gajah mada selama menjadi mangkubumi dijalani tanpa seorang pendamping hidup.

Belum ada data, fakta, maupun bukti sejarah yang mengungkapkan tentang keluarga Gajah Mada, siapa nama isteri dan anak Gajah Mada, belum ada yang bisa mengungkapkannya. Kalau ada beberapa kisah tentang perjalanan cinta Gajah Mada dengan gadis idaman, itu hanyalah hasil imajinasi penulis sastra yang berlatar sejarah Gajah Mada dan bersifat Fiktif. (Hal. 29).

Jika selama ini kita mendapat informasi melalui Karya sastra atau pun Drama bahwa Gajah Mada pernah menjalin asmara dengan seorang gadis bernama Diyah Pitaloka, lagi lagi sejarah itu hanya bersifat cerita rakyat, tak ditemukan prasasti atau pun bukti bukti autentik bahwa keduanya pernah memadu Asmara. Hal itu tak lebih dari kekeyaan cerita rakyat yang berkaitan dengan tokoh-tokoh sejarah bangsanya.

Balada Gajah Mada yang tak memiliki pendamping hidup ini tentu bukan tanpa alasan, buku ini menyebut dengan jelas bahwa ada beberapa alasan mengapa Gajah Mada harus memilih hidup sendiri selama menjalankan tugas sebagai patih di Kerajaan majapahit. Diantaranya adalah alasdan fokus terhadap tugas kerajaan, baginya, anak dan isteri bisa menghambat tugas tugas kerajaan terutama ketika dia harus bertugas ke luar daerah.

Ada dugaan yang menyatakan bahwa Gajah Mada tidak mau beristri karena tidak ingin sepak terjangnya untuk mempersatukan Nusantara terhambat. Kalau cita-cita tersebut tercapai, barulah akan memikirkan untuk beristri. Sebagai orang yang bertanggung jawab, Gajah Mada khawatir keluarganya akan mengganggu tugasnya yang berat dalam memenuhi sumpah palapa. Bagi Gajah Mada, tugas menyatukan Nusantara bukan tugas ringan. Tugas penyatuan  Nusantara tidak boleh terganggu oleh tugas atau kewajiban lain, termasuk kewajiban dalam keluarga. Sehingga, piluhan terbaik bagi Gajah Mada saat itu adalah tidak beristri. (Hal. 34-35).

Buku ini hendak menyegarkan kembali sejarah sepak terjang Gajah Mada, termasuk dalam dunia cintanya.  Balada cinta Gajah Mada yang ternyata hanya berhasil dalam dunia dongeng, karena bukti atau prasasti percintaan Gajah Mada tak pernah ditemukan. Sayangnya, Buku ini terlalu singkat mengulas perihal asmara Gajah Mada, sehingga beberapa cerita asmara yang diambil dari cerita Rakyat sulit dicarikan korelasi faktual dengan sejarah ketokohannya. Padahal, bukan tidak mungkin, selama sebelas tahun dia menjadi patih dan melaksanakan tugas kesana sini dia juga pernah jatuh hati pada seorang gadis yang 


Tulisan ini dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 27 Desember 2015

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons