Senin, 01 Agustus 2016

Pesan Suci di Balik Catatan Selfie

Judul        : Selfie Stories
Penulis        : Dewi Rieka, dkk.
Penerbit    : Mizan
Cetakan    : 1. 2015
Tebal        : 151 Halaman
ISBN        : 978-602-0851-28-0
Akhir-akhir ini, selfie menjadi sesuatu yang ngetrend di tengah-tengah masyarakat kita, utamanya bagi kalangan muda mudi, aktifitas tersebut seakan menjadi wabah yang terus meluas hingga ke pelosok-pelosok desa. mudahnya sarana untuk melakukan aktifitas tersebut, berupa smartpon yang dilengkapi dengan koneksi internit dengan harga terjangkau rupanya menjadi salah satu pemicu menjamurnya gerakan selfie.

Secara harfiah, selfie merupakan aktifitas memotret diri sendiri atau narsisme, dan kemudian dilanjutkan dengan proses penyebarluasan foto tersebut melalui koneksi interknit yang sudah tersedia pada smartpon yang dijadikan sarana pemotertan tersebut. Maka terseberlah foto narsis itu melalui ragam media social yang juga sudah tersedia pada alat eletronik tersebut.

Lantas apa substanasi selfie? Benarkah selfie tak lebih hanya merupakan aktifitas narsisme yang tak ada nilai positifnya dalam kehidupan ini?. Buku catatan Dewi Rieka, dkk. ini menjadi inspirasi baru bagi kita semua, bahwa selfie ada kalanya menjadi media untuk megabadikan sejarah yang lahir dari kehidupan manusia, selfie juga bisa mengabdikan sebuah tragedi kemanusiaan yang layak untuk selalu dikenang umat manusia.

Catatan-catatan ringan dalam buku ini seakan membalik persepsi kita semua tentang hakikat selfie yang kita anggap selama ini tak lebih hanya seputar uforia, semisal ramai-ramai reunian dengan teman lama, atau perayaan ulang tahun dan semacamnya. Prasangka seputar selfi semacam itu justru menjadi salah ketika kita mecermati seluruh catatan dalam buku ini. Karena ternyata, dibalik sebuah foto selfie ada banyak kisah inspiratif yang layak untuk kita teladani.

Seperti penuturan Taufiq Firdaus Alghifari, tentang “Toga, perjuanganku Mengenakannya”, cerita ini tentang perjuangannya dalam meraih gelar sarjana yang dilalui dengan segala pait getirnya kehidupan.  Kisahnya bermula sejak tahun 2010 silam, pertama kali ia merasakan bangku kuliah, keterbatasan ekonomi yang dia miliki seakan tak meyakinkan dirinya bahwa saat itu sudah menjadi mahasiswa.

Namun demikian,  itu bukan penghalang baginya, dia rela tidak  makan demi mengalikan jatah makannhya untuk biaya kuliahnya, begitu dia lakoni selama kurang lebih 4 tahun selama menjadi mahasiswa. Hingga akhirnya, dia berhasil menyelesaikan kuliahnya, maka berfoto dengan toga, menjadi sejarah pentig dalam kidupan seorang Taufiq Firdaus Alghifari.

Aku sempat mendapatkan teguran dari teman-teman-teman pada tahun pertama perkuliahan karena melihat cara hidupku sebagai mahasiswa. Aku membatasi makan dalam sehari, dan kadang hanya dengan nasi plus kecap, sambel yang selalu kubeli tiap bulan dengan lauk-pauk gorengan. Ini bukan karena aku pelit pada diriku sendiri, tetapi sejatinya memang keuanganku pada awal-awal kuliah itu sangat tidak cukup (Hal. 42).

Kisah inspiratif lainnya dibalik sebuah foto selfie diceritakan oleh Ubaidillah, dia bertutur tentang kekokohan Menara masjid Baitur Rahman Banda Aceh yang ternyata menjadi saksi gemuruh bencana alam tsunami pada tahun 2004 silam. Melalui foto itu dia hendak mengajak umat manusia untuk tidak pernah melupakan tragedi kemanusiaan yang telah merenggut juaan jiwa. Termasuk tentang keagungan yang maha Kuasa dengan membuktikan kekokohan Rumah-Nya yang tak tersentuh oleh tsunami. Maka menara yang dijadikan backgroun selfienya itu menjadi symbol keagungan Allah SWT.

Menara ini tetap kokoh. Dia pula saksi konflik dan tsunami aceh. Menyaksikan referendum Aceh pada tahun 1999. Menemani ketakutan kami  saat tsunami pada 2004 silam. Dan beragam kisah lain yang tidak bisa diucapkan olehnya (Hal. 139).

Seperti fajar pagi yang begitu indah, inspirasi dibalik foto selfie dalam buku ini seakan menghentakkan lamunan kita tentang persepsi miring seputar selfie itu sendiri. Ternyata, banyak kisah inspiratif yang sangat bernilai positif dari sebuah foto selfie, dan cerita-cerita yang dituang dalam buku ini menjadi saksi bahwa selfie juga bisa menjadi “Ilmu” bagi kehidupan manusia.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons