Rabu, 28 Maret 2012

Memepertegas (Kembali) Pamekasan Sebagai Kabupaten Pendidikan

Memepertegas (Kembali) Pamekasan Sebagai Kabupaten Pendidikan
Oleh: Ahmad Wiyono*

Meski merupakan ide lama yang hari ini kembali diaktualisasi, namum perbincangan masalah Pamekasan yang di-idealisasikan menjadi sebuah kabupaten pendidikan dimadura, nampaknya terus mendapat perhatian serius serta apresiasi luar biasa dan berbagai pihak, mi menjadi indikasi kuat bahwa cita-cita tersebut bukanglah hanya harapan semu yang tidak bervisi apa-apa, akan tetapi lebih dari itu merupakan bagian dan idealisme yang akan segera direalisasikan secara nyata.

Sejak dahulu, Ada banyak hal yang telah dilakukan oleh berbagai pihak -baik tingkat akademisi, praktisi, dan yang lain- untuk mempersiapkan realisasi rencana tersebut, mulal dari penyusunan konsep sampai pada strategi actionya. Salah satu hukti upaya kongkret yang telah dilakukan oleh sebagian kalangan adalah digelamya Rembug Nasional dan Pra Kongres Forum Komunikasi Mahasiswa Pamekasan Seluruh Indonesia (FKMPSI) di yogyakarta beberapa wàktu yang lewat, -terlepas dan pertanyaan mengapa kegiatan mi diietakkan di yogyakarta- yang jelas pertemuan ini dirnaksudkan sebagai media representatif umtuk melahirkan konsepsi bersama serta merumuskan berbagai hal yang menyangkut persiapan Pamekasan menjadi Kabupaten pendidikan. Meski kegiatan ini hanya digagas oleh kalangan mahasiswa, namun apresiasi dari kalangan lainnya cukup luar biasa, terbukti dari sekian pesenta yang hadir pada saat itu terdapat banyak para akademisi, bahkan politisi dan lain sebagainya yang diyakini mereka punya kepedulian kuat terhadap pendidikan Pamekasan.

Sesuai dengan grand tema yang diusung waktu itu “Mempertegas Pamekasan Sebagai Kota Pendidikan” gagasan yang kemudian diinunculkan adalah bagaimana Kabupaten Parnekasan yang diyakini telah menjadi “kiblat” pendidikan madura mampu segera berbenah diri untuk lebih memperbaiki eksistensinya kearah yang lebih bennutu. Penulis mengatakan demikian, karena sejak awal kita sudah tahu bagaimana keberadaan pendidikan Pamekasan dimata madura, bahkan secara prestisius pendidikan di pamekasan memang sudah mendapatkan image yang bagus dari kalangan masyarakat madura secara umum. Sàlah satu contoh sederhana yang sering muncul adalah ketika anak-anak Sumenep bersekolah atau kuliah dipamekasan, maka mereka mendapatkan sanjungan dari masyarakat sekitar ketimbang sekolah atau kuliah di daerah sendiri atau ke daerah lain (baca: Kabupaten lain) selain Pamekasan di madura, nah, maka mimpi ideal ini dipandang sangat pas dan cocok dengan kondisi tersebut sehingga kita dengan mudah untuk menerjemahkan idealisasi tersebut.

Tidak hanya itu, berbagai prestasi yang sempat diraih oleh putera-puteri Pamekasan beberapa waktu yang tewat lewat sudah menjadi alasan kuat mengapa harus Pamekasan yang layak menjadi Kabupaten pendidikan, secara performent ini sudah sangat cukup menjadi modal keberadaan pendidikan dipamekasan. Akan tetapi satu hal yang perlu diingat bahwa ketika berbicara Pendidikan baik nasional lebih-lebih local Pamekasan, maka kita secara otomatis telah berbicara kebijakan, maka dalam konteks inilah keberadaan sarana dan infrastruktur pendidikan di pamekasan harus lebih siap dan lebih lengkap dari kabupaten lainnya di madura, termasuk kebijakan pemerintah dalam mem-back up pembiayaan pendidikan harus betul-betul maksimal.

Nah, pertanyaannya sekarang adalah, sejauh mana peran pemerintah dalam melahirkan kebijakan dibidang pendidikan?, seberapa besar pula partisipasi pemerinntah daerah (PEMDA) dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi bantuan pembiayaan pendidikan?. Kalau selama mi ada sinyalemen bahwa anggaran belanja dibidang pendidikan di pamekasan sudah mencapai lebih dari 40°/o, yang hal mi sudah melebihi anggaran minimal pendidikan secara nasional, namun sekarang kehkawatiran yang muncul adalah: benarkah, dan objektifkah realisasi anggaran tersebut. Terlepas dan benar dan tidaknya hal tersebut yang terpenting sekarang adalah bagaimana meningkatkan kometmen kesadaran bersama, dan yang teipenting bagaimana meningkatkan optimalisasi peran pemerintah daerah terhadap upaya penerjemahan cita-cita luhur diatas, artinya bahwa logika positivisme harus kita gunakan sehingga tidak akan melahirkan masalah lain yang hanya akan menghambat proyeksi pendidikan tersebut, karena bagaimanapun cita-cita “Kabupaten Pendidikan” dibumi Gerbang Salam harus betul-betul kita perjuangkan.

Stelah beberapa lama mencuat kepermukaan, fakta lain berbicara, Upaya Untuk menjadikan Pamekasan sebagai kabupaten Pendidikan nampaknya mulai bergeser seiring bermunculannya beberapa icon baru di Kabupaten pamekasan, seperti Kabupaten batik yang mulai popular sejak pamekasan mendapat rekor Muri. Mimpi untuk menjadi kabupaten Pendidikan pun sudah mulai hilang pada waktu itu.

Namun demikian, semangat untuk mejadikan pamekasan sebagai kabupaten Pendidikan nampaknya tetap tumbuh subur dari benak masyarakat pamekasan (baik yang ada di daerah maupun yang ada di rantau), sehingga mimpi itu pun kembali disulam tepatnya terjadi pada akhir tahun 2010. bak gayiung bersambut Pamekasan pun akhirnya resmi (kembali) menjadi Kabupaten Pendidikan setelah dideklarasikan oleh Menteri Pendidikan Nasional Moh Nuh sebagai kabupaten pendidikan pada tanggal 24 November lalu.

Perlunya Karakterisitik
Kekhasan pendidikan menjadi sesuatu yang harus dimiliki oleh pendidikan Pamekasan, mi sebagai satu upaya mempersiapkan kondisi pendidikan yang bermutu, apalagi kita sadar bahwa keinajuan suatu hal salah satunya disebabkan oleh tingginya karakteristik dan suatu hat tersebut, maka inilah yang penulis maksudkan dengan pentingnya karakteristik pendidikan Pamekasan. Apa yang pemah ditulis oleh Uswatun Chasanah (Aktfis Mahasiswa UIN Yogyakarta) tentang perlunya karakteiistik sudah menjadi gambaran kuat bahwa Pamekasan sebagai kabupaten pendidikan harus mempunyai kekhasan local yang lebih kontributif terhadap pengembangan kearifan local itu sendiri, salah satu contoh adalah keberadaan tipoogy masyarakat Pamekasan yang lebih menjunjung tinggi pendidikan agama misalnya (Baca: Radar madura, 08/07), nah dari sini kita hams betul-betul rnemaharni bahwa kondisi riel masyarakat Pamekasan adalah sangat kental dengan tipology tersebut, sehingga strategi yang bisa kita bangun adalah penyeseuaian tipologys serta Iangkah-langkah yang sama sekali tidak kontras dengan hal tersebut, bahkan harus sangat kontributif

Hal mi sangat relevan dengan salah satu rumusan yang dihasilkan dan pleno Rembug Nasional dan Pra Kongres FKMPSI dahulu, yaitu menjadikan model Pendidikan Pesantren sebagal model strategis untuk menciptakan iklim pendidikan yang Iebih berkualitas, kenapa demikian, karena ternyata hamper dari seluruh out put pesantren mampu memposisikan dirinya disegala bidang, artinya bahwa model pendidikan pesantren adalah pendidikan yang lebih menjunjung nilai-nilai ke-agamaan, narnun telah mampu melakukan adaptasi-akumolatiff dengan perkembangan zaman sehingga para lulusannya tidak akan pemah ketinggalan, maka dari sinilah kita tinggal mengawal dan mengarahkan secara proporsional sesuai dengan formulasi yang telah kita hasilkan dan akan segera kita realisasikan.

Tapi yang perlu digaris bawahi adalah bahwa apa yang penulis ungkap diatas bukan dalam rangka menggagas “Pesantrenisasi Pendkiikan” di Pamekasan, atau melakukan distorsi terhadap pendidikan secara umum, akan tetapi itu penulis maksudkan sebagai langkah representatif untuk mewujudkan cita-cita kabupaten pendidikan di-pamekasan yang penulis persepsikan tentang perlunya karakteristik pendidikan, yang hal mi bisa dimulai dengan melakukan penyesuaian terhadap tipology masyarakat yang kalau kita lebih sederhanakan bahwa masyarakat telah lebth banyak paham dan pereaya terhadap pendidikan pesantren.

Kemudian bagaimana ketika ada asumsi bahwa pendidikan Parnekasan terindikasi akan meniru pola pendidikan Yogyakarta? Yah, asumsi itu sah-sah saja disampaikan, dan menjadi sah pula kita menimba pengetahuan pada kota manapun. Tapi yang perlu dipahami adalah kondisi Sosio-Kultur masyarakat madura lebih spesifik masyarakat Pamekasan sangatlah jauh berbeda dengan yogyakarta, sehingga kalau seandainya pendidikan Pamekasan akan meniru pendidikan yogyakarta, maka kemungkinan besar akan sangat kaku dan tidak representatif menghadapi masyarakat Pamekasan. Oleh karena itu, akan menjadi sah juga kalau asumsi tersebut (Baca: Meniru Pendidikan Yogyakarta) kitatepis pada hari mi. Artinya dengan sangat berani kita akan menyatakan bahwa kita akan melakukan banyak hal mempersipkan Pamekasan menjadi kabupaten pendidikan dengan tampa harus mengadopsi pendidikan yogyakarta secara utuh.

Sementara itu, Kalau kita cermati lebih jauh lagi, ada satu cara yang diterapkan oleh pendidikan yogyakarta yang kalau hal mi kita realisasikan dipamekasan maka akan sangat kesulitan, seperti yang disampaikan oleh Alimad Rozaki, M.Si (Desen UGM Yogyakarta) bahwa yogyakarta -termasuk juga malang telah mampu mengkaitkan Isu Pendidikan dengan Isu Pariwisata. Nah dari sinilah kita akan menemukan kejelasan bahwa kita akan menjumpai kesulitan yang luar biasa kalau kita barus mempola pendidikan Pamekasan seperti Yogykarta, karena tidak mungkin menggandeng isu pariwisata untuk pendidikan Pamekasan untuk saat mi. Maka kemudian kita akan sepakat membuaat karakteristik pendidikan Pamekasan dengan tampa hams meniru sepenulmya pola pendidikan yogyakarta ataupun malang dan kota-kota lainnya. maka menurut hemat penulis yang paling efektif dan sangat representatif adalah kita kembali pada gagasan awal yaitu dengan mengaitkan pendidikan Pamekasan dengan isu pesantren atau isu ke-agamaan secara umum.

Ada beberapa hal lagi yang teiah menjadi rumusan sekaligus akumulasi gagasan yang difornulasikan menjadi kesepakatan bersama yaitu, untuk mewujudkan Kabupaten pendidikan di Pamekasan hal penting yang barns diperhatikan adalah urgennya partisipasi masyarakat secara umum, dalam konteks ini Iebih pada pentingnya rneningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pendidikan, karena realitas masyarakat Pamekasan ternyata masih banyak yang tidak paham akan pentingnya pendidikan, bahkan jumlah masyarakat buta huruf dikota gerbang salam mi masih mencapai kurang lebth 40 nbu jiwa, mi masalah yang harus segera diselesaikan, tapi jangan diartikan bahwa persoalan mi akan menjadi tantangan paling berat dalam mewujudkan kota Pamekasan sebagai kabupaten Pendidikan, karena kehawatiran seperti ini hanya akan melahirkan skeptisme yang beriebihan dan jika terus diwacanakan maka hanya akan melahirkan pesimisme yang berlebihan pula.

Ada satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan oleh kita semua, yaitu tentang “ironi Pendidikan Pamekasan”. Kurangnya konsistensi dan kalangan birokrasi terhadap pendidikan (termasuk juga akademisi, politisi dan lain sebagainya), dan juga mininmya apresiasi masyarakat terhadap pendidikan ini menjadi dasar pemikiran teijadinya ironi pendidikan di Pamekasan, contoh sederhana misalkan beberapa waktu yang lewat pristise pendidikan Pamekasan terangakat sangat tinggi dengan hadirnya putera-puteri pamekasan menjadi pemenang beberapa olimpiade dan perlombaan Pendidikan dari tingkat nasional sampai pada tingkat inteniasional, akan tetapi pristise itu anjlok dengan tiba-tiba disebabkan oleh terjadinya kasus kriminal carok massal didesa bujur tengah beberapa waktu lalu, sehingga kasus ini mampu menutupi secara utuh pristise Pamekasan dibidang pendidikan. Nah inilah yang penulis maksudkan dengan ironi pendidikan di-pamekasan. Oleh karena itu untuk selanjutnya hal seperti mi harus kita antisipasi sehingga kondisi pendidikan baik secara kualitas maupum secara prestisius mendapat ruang image yang terus positif, sehingga mimpi ideal untuk “menyu1ap” Pamekasan menjadi Kabupaten Pendidikan akan sangat mudah kita realisasikan dalam waktu yang “sesingkat singkatnya“. Maka sudah saatnya kita berikrar “Selamat Pagi Pendidikan Pamekasan”. Wallahu A ‘lam Bisshowab.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons