Senin, 26 Maret 2012

Kemerdekaan Dan Cita-Cita Nasionalisme Bung Karno

Kemerdekaan
Dan Cita-Cita Nasionalisme Bung Karno
Oleh: Achmad Wiyono

Kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak monumental yang mampu melepaskan kita (rakyat indonesia) imprialisme-kolonialisme yang dirasakan beberapa abad lamanya. Merdeka, dalam konteks ini berarti independensi politik sebagaimana disampaikan bung Karno di depan siding BPUPKI 1 Juni 1945.

Sejak saat itu seluruh penjajahan diatas tanah rencong harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan keadilan (juctice). Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat, sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (lihat: Pembukaan UUD ‘45). Satu hal yang patut disukuri mengingat kemerdekaan bukanlah hal (Barang dagangan) yang mudah didapatkan dimana saja, akan tetapi air mata dan tumpah darah para pahlawanlah yang harus dibayarkan. Dengan senjata bambu runcing, keinginan luhur dan iringan do’a para pejuang kita mampu mengusir para penjajah dari bumi zamrud katulistiwa yang pada saat itu lengkap dengan persenjataannya. Dua motivasi tersebut (kekuatan materiil dan spritual) merupakan pondasi awal diraihnya kemerdekaan yang kemudian menjadi Negara kesatuan republic Indonesia (NKRI).

Nasionalisme Bung Karno.
Dalam pergulatan sejarah (historical back round) kemerdekaan republic Indonesia, soekarno atau yang lebih popular dengan sebutan Bung Karno merupakan sosok penggerak yang memiliki daya juanng luar biasa. Bung karnon adalah pribadi yang kompleks, proklamatoir RI, revolusioner, penyambung lidah rakyat, pendiri bangsa (the founding fathers), waliyul amri dan sebagainya. Ia mempererat persatuan untuk merebut hak kemanusiaan demi membawa pada kesentosaan dan kemulyaan dalam pergaulan masyarakat nusantara. Yang menarik dari sosok Bung karno, menurut onghokang, adalah tiga unsur pemikirannya yang radikal, yaitu anti inprialisme-kolonialisme, anti elitisme dan anti kapitalisme. Bagi bung karno faham-faham tersebut hanya mengarah pada pemiskinan, marjinalisasi peran dan hak, diskriminasi, hingga dikotomi antar golongan (rasisme).

Nasionalisme Bung Karno tidak sama halnya dengan nasionalisme yang berkembang (tren) di barat (eropa) pada abad ke-19. nasionalisme Indonesia (nasionalisme timur) berjiwa kemanusiaan (humanis), asasnya sosialistis, sementara nasionalisme barat berjiwa individualistis (self interest) sehingga mendorong reduksi postulat kapitalistik. Inilah tipikal ironi intisputabel yang pada kulminasi desisif membangkitkan “libidu” bangsa barat untuk melakukan ekstorsi-imprialistis Negara Negara berkembang atau yang masih belum merdeka, dan Indonesia merupakan salah satu imperium barat yang harus menderita sepanjang penjajahan.

Nasionalisme Indonesia tidak membenci bangsa lain tetapi lebih dititik beratkan pada persaudaraan, kecintaan terhadap bangsa, menjalin perdamaian antar sesama. Idiologi inilah yang sangat besar pengaruhnya pada saat perang melawan colonial dalam rangka merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Sehingga, sebagaimana penulis diskripsikan di awal, kemerdekaan bisa di proklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945 oleh pahlawan kita, Bung Karno.

Narasi singkat di atasa bukan dalam rangka menafikan jasa perjuangan para pahlawan lain atau terlalu ingin mengagungkan Bung karno akan tetappi bagaiman sebisa munkin perjuangan bung karno dijadikan sebuah refleksi untuk direaktulisasikan pada masa sekarang ini. Dengan kata lain penulis berharap, seluruh bangsa Indonesia wabil akhos pejabat pemerintah dapat melanjutkan citi-cita nasionalisme bung karno. Karena menurut hemat penulis nasionalisme dalam politik –kendati pada saat ini kebanyakan (kalau tidak semuanya) para eksekutif telah cacat moral, hidonistik, materialis, individualis, miskin ideology (the end of ideology) – cukup signifikan agar Negara kebangsaan terjamin eksistensinya. Tanpa nasionalisme – meminjam ungkapan kunto wijoyo- tidak akan ada kebudayaan nasional yang menjadi esensi pergaulan antar bangsa. Ingat, urgensi nasionalisme tidak hanya untuk memerangi kekuatan fisik inprialisme-kolonialisme, namun menjadi sangat penting ketika kita mau mempertahankan diri dari penjajahan (tranfomasi) kebudayaan (westernisasi), yang kontrs dari nilai-nilai ideologis, religiusitas keindonesiaan.

Pertanyaannya sekarang adalah, masih adakah diantara kita yang sanggup mempertahankan (sakralisasi) idealisme Bungkarno? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Namun jika kita merasa sebagai bangsa Indonesia yang turut merasakan manisnya kemerdekaan maka menjadi sangat miris dan ironis andai kita bersikap apatis di tenagah HUT akan jasa pahlawan kemerdekaaan NKRI., Bung karno pernah berpesan “jangan sekali-kali melupakan sejarah”.. Wallahu A’lam Bisshowab.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons