Kamis, 13 November 2014

Merawat Kesucian Hati

Judul Buku  : Psikologi Akhlak
Penulis         : Ibn Hazm al-Andalusi
Penerjemah  : Zainul Am
Penerbit       : Zaman
Cetakan        : I 2014
Tebal            : 187 halaman
ISBN             978-602-167-23-9

Peresensi     : Ahmad Wiyono*


Ada sebuah keterangan lama yang tentu kita masih ingat betul, yaitu penjelasan bahwa Dalam diri manusia ada segumpal daging (Mudghah), dimana segumpal daging itu akan menentukan gerak dan perilaku manusia secara keseluruhan, segumpal daging itu adalah hati.

Keterangan ini memberi pemahaman kepada kita bahwa pergerakan manusia secara fisik, psikologis dan sosiologis ternyata diatur oleh gerak hati manusia itu sendiri, ini menunjukkan betapa peran hati sangat vital sehingga seluruh pergerakan manusia ditentukan oleh hati tersebut.

Tentu menjadi urgen bagi setiap manusia untuk meruwat sekaligus merawat keberadaan hati yang notabeni setiap manusia memiliki itu, dengan berbagai cara yang dibenarkan. meski dalam pelaksanaannya tidak segampang yang kita pikirkan berdasarkan nalar rasio kita sebagai manusia.

Sebuah kitab klasik karya Ibn Hazm al-Andalusi yang belakangan diterjemahkan dalam versi Indonesia menjadi Psikologi Akhlak nampaknya mencoba mengcover segala bentuk rancangan menjaga hati manusia, dalam Buku yang diterjemahkan oleh Zainul Am ini terurai dengan jelas beberapa langkah dan upaya untuk menjaga hati manusia sehingga mampu menjadi kontrol tindakan manusia secara sosial.

Indikasi kesucian hati menurut Buku ini bisa dilihat dari beberapa aspek, diantaranya adalah kemampuan memperbaiki perangai buruk, kita tahu bahwa setiap manusia terwarisi secara alamiah dengan sifat salah dan lupa, dua sifat ini yang kadang menjebak manusia melakukan hal hal yang keliru. Seperti berbohong, menggunjing orang dan lain sebagainya.

Tindakan tindakan semacam itu kadang dilakukan oleh manusia dengan alasan alasan yang sangat sederhana, misalnya berbohong karena hanya ingin menutup rasa malu atau karena gengsi, menggunjing orang hanya karena tidak ada pekerjaan lain, serta seabrek alasan lainnya.

Satu lagi, orang senang bercakap cakap dan menggunjingkan orang lain hanya karena hal itu mampu mengusir rasa cemas terhadap ketersendirian dan keterkucilan. Orang makan, minum, bercinta, berpakaian, bermain, membangun tempat tinggal, naik kendaraan, bertamasya, hanya demi menjauhkan diri dari kecemasan. (hal. 24).

Bentuk alasan seperti di atas termaknai menjadi alasan yang tidak sesungguhnya, sehingga berimplikasi pada tindakan atau perbuatan yang tidak sepantasnya. Pada uraian  berikutnya, Buku ini mempertajam uraian seputar tindakan manusia yang masuk kategori tidak Pantas tersebut.

Pada bab 8 khususnya halaman 109 misalnya, dijelaskan bahwa Perbuatan yang tidak sepantasnya adalah berbuat dan berbicara bukan dengan tujuan mengabdi kepada Agama atau moralitas yang sehat. 
Dengan demikian, segala tindak tanduk perbuatan manusia baik rutinitas maupun insidentil, yang tidak terbangun  atas dasar dorongan agama dan moralitas, maka akan berwujud menjadi perilaku yang tidak pantas bahkan bisa menyimpang.

Istilah yang paling sederhana dan sering kita dengar adalah munculnya “penyakit hati”. Konon penyakit semacam ini akan jauh lebih berbahaya ketimbang penmyakit fisik lainnya. Karena penyakit inilah yang akan menyebabkan perbuatan manusia kadang keluar dari koridor agama.

Oleh karena itu, setiap pribadi muslim diharuskan mampu membekali diri dengan berbagai penhgetahuan keagmaan untuk menbentengi diri dari berbagai penyakit hati tersebut. Bicara ilmu, ya tentunya segala bentuk ilmu yang bisa berguna buat manusia itu sendiri.

Kecelakaan terbesar sebenarnya adalah ketika banyak orang yang tidak memilki ilmu, namun tidak pernah menyadari  hal itu, justru dia berani menyombongkan diri dalam ke-awamannya tersebut, maka dapat kita bayangkan betapa kesobongan yang berdampak buruk tidak hanya pada dirinya namun pada orang lain.

Tak ada malapetaka terburuk bagi ilmu dan ulama selain campur tangan pihak asing, yaitu orang orang bodoh yang merasa pandai; mereka merusak segalanya namun merasa bahwa mereka memberikan pertolongan. (hal. 39).

Buku ini ternyata begitu kompleks menawarkan segala sisi perbuatan manusia yang dibenarkan oleh Agama, selain itu bahasa bahasa yang digunakan sangat mudah dimaknai, sehingga setiap kata perkata, kalimat perkalimat mudah dipahami oleh Pembaca. Bahkan Hingga pada persoalan tatakrama di Majleis Ilmu Misalnya tak luput dari pembahasan buku ini. (lihat bab terakhir Hal. 177).

Rasanya sulit mencari kelemahan buku ini, kupasannya begitu detil. tak berlebihan jika buku ini disebut sebagai terapi klasik yang tetap asyik disimak dan relevan dengan perkembangan zaman.

*Ahmad Wiyono; Jurnalis, Pengajar dan Pengasuh Rumah Baca "HAIDAR PUSTAKA" Pamekasan Madura

Tulisan ini dimuat di Harian Umum Suara Madura 8 Oktober 2014

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons