Rabu, 03 Oktober 2012

Santri dan Tantangan Transformasi Global

Santri dan Tantangan Transformasi Global
Oleh: Ahmad Wiyono

Pergulatan zaman, kecanggihan sains dan tekhnologi, serta derasnya gelombang transformasi multi deminsi tentunya akan mempuyai pegaruh tersendiri terhadap kehidupan santri, hal ini sudah tidak dapat kita pungkiri lagi sebab kemajuan tekhnologi lebih-lebih informasi telah berhasil masuk dan berkembang di dunia santri, karena yang jelas santri yang notabeni merupakan komunitas belajar (penuntut ilmu) juga merasa perlu untuk mengkonsumsi segala bentuk informasi baik yang dari dalam maupun dari  luar, demikian pula pesantren yang secara factual merupakan institusi yang mengfasilitasi komonitas santri juga tidak bisa memfilter secara utuh masalah tersebut, sehingga pada puncaknya santripun tidak sadar bahwa segala bentuk informasi yang telah di adopsinya merupakan ekspansi penjajahan implitif untuk mengeksploitasi budaya kesantrian itu sendiri.

Dalam pandangan spesifik, implikasi  atau pun dampak yang timbul terhadap sosok santri yang disebabkan oleh arus informasi memang tidak begitu Nampak, karena santri masih terkoptasi oleh aturan main pesantren yang ada, namun pada esensinya prilaku serta gaya hidup santri (baca yang terpengaruh) perlahan tapi pasti telah mengarah pada proses penurunan nilai-nilai kesantrian, contoh kecil misalya seorang santri yang mengidolakan seorang selebriti, maka dia cenderung meniru bagaimana prilaku serta gaya hidup dari yang di idolakan dan di idamkanya tersebut.

Coba kita bayangkan beberapa waktu yang lalu betapa kehadiran sosok F4 di dunia pesantren telah mampu mengobok obok kehidupan santri baik dari penampilan, asesoris, gaya hidup dan lain sebagainya, selain itu kehadiranya telah berpengaruh terhadap pola konsumtif yang realtif tinggi, dalam artian akibat memprofilkan bintang tersebut bayak santri yang berlomba-lomba membeli poster, buku, kaos, dll yang kesemuanya bergambar bintang tersebut. satu lagi yang tak kalah krusialnya yaitu ketika santri telah terhipnotis dengan lagu-lagu india.  “my darling I love” misalnya, lagu yang bertajuk bahasa Inggris ini berhasil masuk dalam kehidupan santri, fenomena tersebut sudah tidak dapat kita pungkiri lagi sehingga siyalemen yang muncul kemudian adalah santri tidak lagi disibukkan untuk menghafal muhradat-muhradat, membahas tensis atau mendiskusukan tentang gender, vaminisme dan lain sebagainya, akan tetapi santri lebih disibukkan untuk mengahafal syair dari lagu-lagu tersebut, jika siyalemen di atas memang benar betapa naïf nasib santri saat sekarang ini.

Menurut hemat penulis, santri sebagai komonitas belajar (penuntut ilmu) seharusnya bersikap selektif di dalam mengadopsi segala bentuk informasi dan budaya luar yang masuk ke dunia pesantren. Jika kita lihat secara luas, dekadensi moral yang melanda generasi muda saat sekarang ini hampir seluruhnya di sebabkan oleh masuknya budaya luar yang kemudian langsung dikonsumsi tanpa adanya obsevasi lebih jauh.

Menipisnya budaya ke santrian, jika kita komparasikan dengan situasi dan kondisi budaya madura yang kian termarginalkan oleh budaya lain (luar Madura) teryata kesenjangan tersebut disebabkan oleh adanya pembunuhan karakter budaya, dan yang paling ironis pembunuhan tersebut malah dilakukan oleh orang Madura sendiri seperti yang pernah di ungkapan oleh Drs. IBNU HAJAR M SI, bahwa untuk mencari akar kebudayaan yang humanis dan aplikatif orang Madura harus melepaskan sikap gengsi yang tak beralasan (seminar budaya PC PMII sumenep 20 feb 2003). demikian pula santri yang identik dengan budaya kesantrian (islami) teryata telah mengalami dekaradasi budaya yang hal itu disebabkan oleh adanya pembunuhan karakter budaya yang malah di likukan oleh santri sendiri, mereka berasumsi bahwa budaya kesantrian merupakan budaya klasik, konservatif, tidak relafan dengan perkembangan zaman, dan lain sebagainya  

Berbagai asumsi miring di atas dalam satu sisi kayaknya memang perlu di maphumi, namun disisi yang lain wajib  untuk dikritisi bersama karena yang jelas asumsi-asumsi tersebut lahir akibat keteledoran santri yang teryata lebih memihak terhadap perkembangan saman, modemisme, (lebih-lebih) westernisasi yang dalam pandangan mereka hal itu lebih indah menarik dan lebih asik, padahal andai saja mereka (santri) mengetahui bahwa merekalah sebenarnya objek prioritas dari pada masuknya budaya-budaya tersebut, dalam artian santrilah yang akan di jadikan tumbal oleh budaya itu sendiri, sungguh malang nasib santri yang tidak sadar bahwa ada belati dusta (misi munafik) yang dibawa oleh westernisasi dan modernisasi tersebut.  

Diskripsi menarik sebagai kongklusi sederhana dari wacana empirik di atas adalah bahwa eksistensi santri saat sekarang ini mengalami pergeseran nilai-nilai kesantrian yang hal itu di sebabkan oleh bebasnya informasi yang masuk ke dunia santri, selain itu terjadinya pembunuhan karakter budaya yang dilakukan oleh santri sendiri. oleh karena itu solusi alternative yang dapat menulis tawarkan adalah selektifitas seorang santri dalam mengadopsi segala bentuk informasi harus dijadikan komitmen yang kemudian dapat diaplikasikan dalam kehidupan. selain itu santri harus bisa menelaah konsekuensi krusial dari pada masuknya budaya budaya luar tersebut. dan juga pembunuhan karakter yang menggakibatkan sifat gengsiisme yang tak beralasan sudah saatnya dibuang jauh-jauh dalam kehidupan santri.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons