Rabu, 03 Oktober 2012

Menyoal Program BKM


Menyoal Program BKM
{Telaah Kritis terhadap Upaya Politisasi Pendidikan}
Oleh: Ahmad Wiyono

Beberapa waktu yang lewat pemerintah RI kembali mengeluarkan kebijakan baru berupa pemberian Bantuan Khusus Mahasiswa (BKM) yang dialokasikan kepada kurang lebih 400.000 mahasiswa diseluruh Indonesia yang dalam pemahaman pemerintah terkategori sebagai mahasiswa dari keluarga miskin, idealnya bantuan ini tidak jauh berbeda dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang telah digulirkan lebih awal kepada pendudk miskin di Indonesia, yang secara factual hanya akan didapat oleh mahasiswa yang betul-betul tergolong pada kelas ekonomi menengah kebawah.

Ada banyak versi yang terus mencuak seiring dengan dilahirkannya kebijakan tersebut, hal ini jelas sesuatu yang wajar karena saat ini Indonesia baru saja dihadapkan pada persoalan besar yang praktis menjadi berita buruk bagi bangsa Indonesia. Keputusan dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan isu besar yang akan terus actual sekaligus menyedihkan bagi bangsa Indonesia, maka sangat wajar jika keputusan untuk memberikan bantuan khusus kepada mahasiswa akan terus menuai protes bahkan penolakan dari berbagai elemin masyarakat.

Kabar terbaru barangkali bisa kita potert dari gerakan aktifis mahasiswa Jember yang jelas-jelas menolak program BKM tersebut. Kedatangan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) ke kabupaten Jember beberapa waktu yang lalu disambut aksi demonstrasi besar-besaran oleh beberapa elemen mahasiswa, tujuannnya tidak ada lain kecuali hanya untuk menyatakan sikap bahwa mereka menolak dengan tegas kebijakan pemerintah untuk memberikan BKM, karena para mahasiswa menilai kebijakan itu justru hanya akan mengkebiri konsistensi gerakan mahasiswa, bahkan dalam bahasa yang agak kasar program tersebut dikeluarkan hanya sebagai upaya pemerintah untuk membungkam suara lantang mahasiswa dalam memperjuangkan nasib rakyat ditengah gejolak kenaikan BBM (Sindo, 29 Mei 2008).
Itu hanyalah contoh kecil dari beberapa kejadian factual yang telah terjadi dibelahan Nusantara ini, gerakan aktifis mahasiswa di Jember hanya gambaran kecil bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut sangatlah tidak realistis bahkan terkesan kaku.

Dapat kita bayangkan, ditengah carut-marutnya kondisi perekonomian bangsa, termasuk menderitanya rakyat akibat naiknya harga BBM, lagi-lagi pemerintah malah mengeluarkan kebijakan tentang BKM, pertanyaannya adalah apakah kebijakan ini memang betul-betul murni upaya pemerintah dalam meringankan mahasiswa yang tergolong miskin, atau jangan-jangan semua itu adalah upaya konspiratif untuk menghentikan gerakan mahasiswa dalam menyuarakan kebebasan  serta kemerdekaan rakyat ditengah naiknya harga BBM, atau sederhananya ini adalah pengalihan isu untuk membendung gejolak massa.

Tulisan singkat ini akan mencoba menganalisis secara gamblang diskursus tersebut, Pertama: kita awali dengan mencoba melihat kondisi riel masyarakat Indonesia pasca dikeluarkannya kebijakan naiknya harga BBM, secara konseptual keputusan itu didasari oleh adanya pertimbangan untuk menyelamatkan APBN, karena naiknya harga minyak mentah dunia sekian persen per-barel, sehingga mau tidak mau harga BBM harus dinaikkan. Pertimbangan lain subsidi BBM yang diberikan pemerintah selama ini secara factual tidak sepenuhnya bisa dinikmati oleh masyarakat akar rumput, justru banyak dimanfaatkan oleh kalangan elit, maka dalam upaya objektifikasi subsidi BBM tersebut pemerintah harus mencabut subsidi BBM yang berimplikasi pada dinaikkannya harga BBM, yang idealnya subsidi yang dicabut tersebut akan tersalurkan secara tepat, objektif kepada masyarakat yang betul-betul berhak menerimanya.

Kedua: Konsep utama pemerintah untuk melakukan objektifikasi penyaluran subsidi  BBM yang telah dicabut itu, maka diputuskanlah  pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT jilid II) kepada masyarakat miskin. Lagi-lagi secara konseptual upaya ini dalam rangka memberikan bantuan secara objektif kepada masyarakat tidak mampu, sehingga mereka yang betul-betul membutuhkan akan secara langsung merasakan bantuan tersebut.

Ketiga: Kita mencoba mengkaji secara kritis kedua konsep di atas setelah direalisasikan di Negara tercinta ini. Fakta berbicara, ternyata yang terjadi di lapangan malah tidak sesuai dengan yang diharapkan, dari awal rencana realisasi kebijakan tersebut telah menuai kontroversi dari level masyarakat bawah hingga tingkat elit, hal itu disebabkan oleh karena kebijakan tersebut masih jauh dari harapan masyarakat. Pencabutan subsidi BBM yang kenudian diproyeksikan untuk diberikan secara langsug dalam wujud BLT justru menyusahkan rakyat sendiri. Bayangkan BLT yang direncanakan akan segera dicairkan malah menuai protes, fakta dibawah banyak BLT yang masih ditahan oleh petugas, akibatnya masyarakat bergejolak dan berimbas pada munculnya konflik di tingkat bawah.

Akibat dari persoalan tersebut, maka terjadilah gelombang aksi demonstrasi yang terjadi diseluruh pelosok nusantara, mulai dari masyarakat biasa hingga kalangan mahasiswa memprotes bahkan mengecam kebijakan tersebut, tidak hanya itu, tindakan anarkhis juga tak bisa dihindari seperti pembakaran poster Presiden dan wakil Presiden yang menjadi symbol kekesalan terhadap orang nomor satu di negeri ini yang dianggap telah bertindak semenah-menah, ujungnya terjadilah penangkapan bahkan penganiayaan terhadap aktifis demonstran oleh aparat keamanan.

Nah, ditengah santernya isu kecaman dan gelombang aksi penolakan terhadap kebijakan  pemerintah tersebut, secara tiba-tiba pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan bantuan kepada mahasiswa berupa BKM sebagai salah satu upaya objektifikasi penyaluran subsidi BBM, maka kontan kenyataan tersebut langsung menuai kontroversi yang luar biasa dari kalangan mahasiswa sendiri, karena hal itu justru melahirkan persepsi miring berupa indikasi “pembungkaman” mahasiswa yang selama ini ada di barisan depan untuk mengecam pemerintah. Logikanya ketika mahasiswa sedang hangat-hangatnya membela hak-hak rakyat, mereka malah akan digelontor bantuan uang yang dicurigai untuk menghentikan gerakan mereka.

Inilah realitas yang sangat mengecewakan yang telah dilakukan oleh penentu kebijakan negeri ini,  satu langkah yang sama sekali tidak realistis untuk dilakukan oleh sebuah negeri sebesar Indonesia. Pemebrian secara langsung kepada mahasiswa  sama artinya membuka celah kepada mahasiswa  untuk menjadi mitra perselingkuhan dalam rangka memuluskan rencana realisasi kebijakan pemerintah tersebut. Maka secara tegas bahwa bagi kalangan akademis dapat kita tafsirkan dan rasionalisasikan bahwa kebijakan tersebut merupakan “ide gila” yang dilahirkan dalam kondisi bangsa yang sedang labil.

Selain itu, pemberian BKM kepada mahasiswa dinilai oleh banyak kalangan bukanlah solusi tepat, sebenarnya yang lebih bijak pemerintah harus berfikir bagaimana membebaskan biayapendidikan terhadap mahasiswa secara sistemik. Pengamat Pendidikan Winarno Surakhmat mengatakan, lebih realistis jika pemerintah menggratiskan SPP bagi mahasiswa yang kurang mampu, karena penggratisan biaya kuliah mahasiswa jauh lebih tepat untuk membantu rakyat miskin dari pada memberikan bantuan langsung kepada mahasiswa lewat program BKM. Selain itu, mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, lebih pas jika dibantu untuk pembelian buku, karena didasari oleh semakin mahalnya harga buku di pasaran. Maka sangatlah pas jika pemerintah menyalurkan bantuan lebih pada pengadaan buku dengan segala model yang bisa ditempuh. Misalnya mahasiswa yang kurang mampu diberi kupon pembelian buku dan mereka bisa mengambil buku di beberapa took buku yang telah ditunjuk, mereka cukup dengan hanya menukar kupon tadi, selanjutnya pemerintah yang akan membayar seluruh keuangan buku tersebut.

Lantas apakah semua rencana pemerintah yang –konon katanya ideal- sudah mampu menjadi representasi upaya kesejahteraan masyarakat luas, jika ternyata fakta di bawah justru selalu menuai masalah. Pemerintah selalu melahirkan kebijakan yang justru melahirkan kontroversi termasuk kebijakan untuk memberikan BKM. Nah fakta ini sudah cukup menjadi indicator bahwa pemerintah belum siap dalam setiap mengeluarkan kebijakan baru. Disini kita temukan betapa BKM yang secara konseptual dirumuskan untuk membantu mahasiswa miskin, sebenarnya tidak lebih dari upaya licik yang dijadikan senjata untuk melindungi pemerintah dari setiap resiko kebijakan yang telah digulirkan sebelumnya. Sekali lagi BKM adalah upaya pembungkaman terhadap suara lantang dan gerakan mahasiswa untuk membunuh dan mematikan ghiroh dan komitmen para mahasiswa itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons